Banyaknya Kepala Daerah Terjaring OTT, Ini Dikatakan Mendagri
LINTAS POLISI
JAKARTA, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, mengungkapkan penyebab utama maraknya kasus korupsi kepala daerah. Dia mengakui, masih adanya sistem yang membuka celah terjadinya tindakan korupsi tak terkecuali transparansi sistem administrasi pemerintahan, politik berbiaya tinggi, dan rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) dengan imbalan.
Menurutnya, sejumlah penerapan administrasi pemerintahan masih membuka peluang terjadinya tindakan korupsi, misalnya sistem yang masih mengandalkan pertemuan fisik, alur birokrasi berbelit-belit, dan terlalu panjangnya regulasi.Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, mengungkapkan penyebab utama maraknya kasus korupsi kepala daerah. Dia mengakui, masih adanya sistem yang membuka celah terjadinya tindakan korupsi tak terkecuali transparansi sistem administrasi pemerintahan, politik berbiaya tinggi, dan rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) dengan imbalan.
Menurutnya, sejumlah penerapan administrasi pemerintahan masih membuka peluang terjadinya tindakan korupsi, misalnya sistem yang masih mengandalkan pertemuan fisik, alur birokrasi berbelit-belit, dan terlalu panjangnya regulasi.
“Penerapan sistem administrasi pemerintahan seperti itu berpotensi memunculkan tindakan transaksional,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Senin (25/1) malam.
Tito menyatakan, perlu adanya penerapan sistem administrasi pemerintahan dengan memanfaatkan layanan digitalisasi di berbagai bidang, mulai dari perencanaan, hingga eksekusi kebijakan.“Penerapan sistem administrasi pemerintahan seperti itu berpotensi memunculkan tindakan transaksional,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Senin (25/1) malam.
Tito menyatakan, perlu adanya penerapan sistem administrasi pemerintahan dengan memanfaatkan layanan digitalisasi di berbagai bidang, mulai dari perencanaan, hingga eksekusi kebijakan.
“Banyak saya kira hal-hal tindak pidana korupsi by system karena sistemnya, oleh karena itu perbaikan sistem perlu kita lakukan,” ujar Tito.
Dia menuturkan, kurangnya integritas kepala daerah juga menjadi alasan lain banyaknya tindak pidana yang terjadi. Tito menilai, itu disebabkan kurangnya kesejahteraan penyelenggara negara. Aspek kesejahteraan, kata Tito, perlu dipikirkan untuk mencegah terjadinya korupsi meski tidak sepenuhnya menjamin mampu menghilangkan perilaku korup.
Faktor lainnya karena telah mengakarnya budaya korupsi di lingkungan pemerintahan daerah. Sebab, sering ditemukan praktik-praktik yang salah, tetapi dianggap benar karena kebiasaan.
Sebagai contoh dia menyebutkan, terdapat kepala daerah yang menganggap prestasi bawahan diukur dari loyalitas. Padahal, hal itu jelas-jelas salah kaprah. “Banyak saya kira hal-hal tindak pidana korupsi by system karena sistemnya, oleh karena itu perbaikan sistem perlu kita lakukan,” ujar Tito.
Dia menuturkan, kurangnya integritas kepala daerah juga menjadi alasan lain banyaknya tindak pidana yang terjadi. Tito menilai, itu disebabkan kurangnya kesejahteraan penyelenggara negara. Aspek kesejahteraan, kata Tito, perlu dipikirkan untuk mencegah terjadinya korupsi meski tidak sepenuhnya menjamin mampu menghilangkan perilaku korup.
Faktor lainnya karena telah mengakarnya budaya korupsi di lingkungan pemerintahan daerah. Sebab, sering ditemukan praktik-praktik yang salah, tetapi dianggap benar karena kebiasaan.
Sebagai contoh dia menyebutkan, terdapat kepala daerah yang menganggap prestasi bawahan diukur dari loyalitas. Padahal, hal itu jelas-jelas salah kaprah.
“Budaya-budaya (korupsi) ini harus dipotong, dan ini memerlukan kekompakan dari atas sampai dengan bawah, memiliki satu mindset, frekuensi yang sama,” tutur Tito.
Tindak pidana korupsi, menurutnya, harus ditekan seminimal mungkin untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih. Sehingga, pendapatan asli daerah (PAD) dan kesejahteraan ASN akan ikut meningkat. Kesejahteraan ASN juga dapat meningkat seiring dengan ditekannya korupsi.
“Kesejahteraan ASN, misalnya, itu akan dapat didongkrak dan naik, sehingga salah satu solusi (yaitu) untuk menekan tindak pidana korupsi,” tuturnya.
Tito prihatin terhadap fenomena OTT KPK kepada kepala daerah belakangan ini. Kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah berdampak pada sistem pemerintahan hingga kepercayaan publik yang tergerus. Padahal, kepercayaan publik yang tergerus dapat menghambat pembangunan. Selain itu, dapat mengganggu sistem pemerintahan sebagai tulang punggung jalannya administrasi pemerintahan dan kenegaraan.
Diketahui, beberapa hari belakangan KPK kerap melakukan OTT di daerah. Terakhir, KPK melakukan OTT di Kota Bekasi, Jawa Barat pada Rabu (5/1). Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi ditangkap dalam OTT tersebut.
Selain itu, KPK juga melakukan OTT di Jakarta pada Rabu (12/1). Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gafur terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Jakarta.
Terakhir, KPK juga menangkap Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin dalam OTT pada Selasa (18/1).